Detail Article
Tatalaksana Farmakologis COVID-19 berdasarkan Revisi Protokol Tatalaksana COVID-19, Bagaimana Updatenya?
dr. Johan Indra Lukito
Jul 16
Share this article
6c9cab5bd0e3e75bedeedc178433d51a.jpg
Updated 28/Jul/2021 .

Lima organisasi profesi, yaitu Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), mengeluarkan Revisi atas Pedoman Tatalaksana COVID-19 pada 14 Juli 2021. 


Pedoman ini diharapkan dapat membantu tenaga medis khususnya dokter-dokter yang menangani kasus COVID-19 dalam praktek di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia.

Berikut rekomendasi obat/vitamin dalam tatalaksana pasien terkonfirmasi COVID-19 berdasarkan derajat penyakitnya:

 

1. Tanpa Gejala

Vitamin C, dengan pilihan:

- Tablet Vitamin C non-acidic 500 mg/6-8 jam per oral (14 hari)

- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam per oral (30 hari)

- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (30 hari),

- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink

Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari

- Obat: 1000-5000 IU/hari

▪ Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM sesuai klinis pasien.

▪ Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.

Bila terdapat penyakit penyerta/ komorbid, dianjurkan untuk tetap melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Konsumsi antihipertensi golongan ACE-inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu konsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung


2. Gejala Ringan

Vitamin C dengan pilihan:

- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam per oral (14 hari)

- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam per oral (30 hari)

- Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam (30 hari),

- Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E, zink

Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari

- Obat: 1000-5000 IU/hari 

▪ Antivirus :

- Favipiravir

 Hari ke-1: 1600 mg/12 jam

 Hari ke-2-5: 2 x 600 mg/hari

▪ Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila demam.

▪ Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM sesuai klinis pasien.

▪ Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada


3. Gejala Sedang

▪ Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam

Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari

- Obat: 1000-5000 IU/hari

▪ Antivirus

o Salah satu antivirus berikut :

§Favipiravir 

 Hari ke-1: 1600 mg/12 jam

 Hari ke-2-5: 2 x 600 mg/hari

Atau

§Remdesivir

  Hari ke-1: 200 mg IV drip

  Hari ke-2 dst: 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)

▪ Antikoagulan LMWH/UFH sesuai evaluasi DPJP

▪ Pengobatan simptomatis

▪ Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada


4. Gejala Berat

Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam 

▪ Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena

Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari

- Obat: 1000-5000 IU/hari

▪ Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi, faktor risiko, hasil kultur pasien

· Antivirus, memilih salah satu:

§ Favipiravir

  Hari ke-1: 1600 mg/12 jam

 Hari ke-2-5: 2 x 600 mg/hari

Atau

§ Remdesivir   

  Hari ke-1: 200 mg IV drip

  Hari ke-2 dst: 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)

▪ Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau kortikosteroid lain yang setara seperti metilprednisolon 32 mg, atau hidrokortison 160 mg pada kasus berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan ventilator.

▪ Anti interleukin-6 (IL-6)

Tocilizumab diberikan dengan dosis 8 mg/kgBB single dose atau dapat diberikan 1 kali lagi dosis tambahan apabila gejala memburuk atau tidak ada perbaikan dengan dosis yang sama. Jarak pemberian dosis pertama dan kedua minimal 12 jam. Maksimal pemberian 800 mg per dosis.

▪ Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada, termasuk syok

· Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi

· Antikoagulan LMWH/UFH sesuai evaluasi DPJP


Penjelasan terkait Penggunaan Oseltamivir dan Antibiotik dalam Tatalaksana COVID-19

Oseltamivir

Oseltamivir adalah obat antiviral yang digunakan untuk pengobatan dan pencegahan infeksi influenza tipe A dan B. Obat ini bekerja dengan menghambat neuroamidase yang dibutuhkan oleh virus influenza untuk merilis virus-virus baru di akhir proses replikasi. Oseltamivir diberikan secara empiris pada masa awal pandemi COVID-19 karena sulitnya membedakan gejala pasien COVID-19 dan pasien yang terinfeksi virus influenza.

Saat ini, oseltamivir dapat ditambahkan pada kondisi dimana pasien dengan COVID-19 dan diduga terinfeksi virus influenza dengan dosis 2 x 75 mg.

 

Antibiotik

Potensi penggunaan antibiotik yang berlebih pada era pandemik COVID-19 ini menjadi ancaman global terhadap meningkatnya kejadian bakteri multiresisten. Guna menyikapi fakta dan data yang ada, WHO menganjurkan pemberian antibiotik pada kasus COVID-19 yang berat dan tidak menganjurkan pemberian antibiotik rutin pada kasus COVID-19 yang ringan dan sedang. Selanjutnya berbagai upaya untuk tetap menjaga prinsip-prinsip Penatagunaan Antimikroba (Antimicrobial Stewardship) harus terus dilakukan :

a.  Upaya pengambilan bahan kultur sebelum pemberian antibiotik. Sampel disesuaikan dengan fokus infeksi dan kondisi pasien

b. Upaya re-evaluasi kondisi klinis pasien secara ketat harus selalu dikerjakan, baik melalui evaluasi keluhan maupun evaluasi parameter penunjang, seperti parameter leukosit, hitung jenis, CRP, procalcitonin, pencitraan, hasil kultur, dan sebagainya.

c.  Segera melakukan de-eskalasi atau stop antibiotik bila klinis dan hasil pemeriksaan penunjang sudah membaik.

d. Pilihan dan durasi terapi antibiotik empirik, mengikuti panduan terapi pneumonia komunitas.

e. Bagi pasien yang dirawat di ruang intensif dan menggunakan bantuan ventilasi mekanik, bundle pencegahan VAP (Ventilator Associated Pneumonia)/ HAP (Hospital Acquired Pneumonia) serta prinsip-prinsip pencegahan infeksi nosokomial harus terus diperhatikan.

f.  Apabila pasien terindikasi mengalami infeksi VAP/HAP, pilihan antibiotik empirik untuk VAP/HAP mengikuti pola mikrobiologis dan pola resistensi lokal di masing-masing Rumah Sakit.

g. Apabila pasien mengalami penyulit infeksi lain seperti infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata, infeksi intra-abdominal komplikata dan sebagainya, upaya untuk melakukan kontrol sumber infeksi dan tatalaksana yang memadai sesuai dengan panduan harus terus diupayakan dan diharapkan kecurigaan terhadap adanya infeksi COVID-19 tidak menimbulkan hambatan/keterlambatan yang berlarut-larut.

h. Rekomendasi nasional untuk tetap melakukan evaluasi terhadap penggunaan antibiotik yang rasional di era pandemi COVID-19, harus terus dipromosikan dan diupayakan sebagai bagian dari tatalaksana terbaik bagi pasien.

 

Gambar: Ilustrasi (by kjpargeter - www.freepik.com)

Referensi :

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Revisi Protokol Tatalaksana COVID‐

19. 14 Juli 2021.





Share this article
Related Articles