Detail Article
Yukk Kenali Sindrom Hand Foot, dan Bagaimana Penanganannya?
Hastarita Lawrenti
Jul 30
Share this article
img-doctor.jpg
Updated 09/Agt/2022 .

Penyakit kanker termasuk salah satu penyakit yang masih ditakuti dan kejadiannya terus meningkat. Capecitabine termasuk salah satu kemoterapi yang diberikan secara oral. Dalam hal keamanan, kemoterapi oral tidak bebas dari efek samping, salah satunya sindrom hand foot. Sindrom hand foot yang dikenal juga dengan eritrodisestesia palmar plantar merupakan reaksi kulit yang terjadi 

Penyakit kanker termasuk salah satu penyakit yang masih ditakuti dan kejadiannya terus meningkat. Kemoterapi termasuk terapi yang sering digunakan hingga saat ini. Terapi ini dapat diberikan secara injeksi atau oral. Kemoterapi oral lebih nyaman untuk pasien dan memudahkan dokter untuk melakukan penyesuaian dosis jika diperlukan. Selain itu, penggunaan kemoterapi oral mengurangi waktu untuk rawat inap yang nantinya akan mengurangi biaya.

 

Capecitabine termasuk salah satu kemoterapi yang diberikan secara oral. Capecitabine merupakan pro drug (belum aktif) yang akan menjadi aktif setelah diubah menjadi 5-fluorouracil dalam tubuh. Kemoterapi ini dapat digunakan untuk terapi kanker payudara, kanker kolorektal (usus besar), dan kanker gaster (lambung). Obat ini diberikan dengan frekuensi 2 kali sehari selama 14 hari diikuti istirahat selama 7 hari dengan dosis secara umum sebesar 1000-1250 mg/m2 untuk satu kali minum. Lama pemberian capecitabine akan ditentukan oleh dokter yang memberikan.

 

Dalam hal keamanan, kemoterapi oral tidak bebas dari efek samping, salah satunya sindrom hand foot. Sindrom hand foot yang dikenal juga dengan eritrodisestesia palmar plantar merupakan reaksi kulit yang terjadi ketika sejumlah obat mengalami kebocoran dan keluar dari pembuluh darah kecil yang ada di telapak tangan dan kaki, di mana hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Sindrom hand foot dapat menimbulkan rasa nyeri dan mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Sindrom hand foot memiliki gejala antara lain kemerahan yang menyerupai luka bakar, pembengkakan, merasakan sensasi seperti terbakar, sensitif terhadap sentuhan, penebalan kulit dan lepuh pada telapak tangan dan kaki. Sedangkan gejala yang lebih berat seperti kulit retak-retak atau mengelupas, lepuh dan ulkus pada kulit, nyeri berat, dan kesulitan dalam berjalan atau menggunakan tangan.

 

Sindrom hand foot umumnya dijumpai 2-3 bulan setelah pengobatan. Jika Anda memperhatikan adanya tanda-tanda awal sindrom hand foot atau perburukan gejala, segera hubungi dokter yang merawat Anda untuk tindak lanjutnya. Berikut tips yang dapat membantu Anda mencegah sindrom hand foot:

  • Membatasi menggunakan air panas pada tangan dan kaki saat mencuci atau mandi.
  • Mendinginkan tangan dan kaki dengan menggunakan ice pack, air mengalir, atau handuk basah selama 15-20 menit. Hindari menggunakan es secara langsung pada kulit.
  • Menghindari sumber panas, seperti sauna, terpajan sinar matahari, atau duduk di depan jendela di mana sinar matahari dapat masuk.
  • Menghindari aktivitas yang menimbulkan tekanan atau gesekan pada tangan dan kaki, misalnya menggunakan peralatan pertukangan/berkebun, jogging, senam aerobik, berjalan jarak jauh.
  • Menghindari kontak dengan bahan-bahan kimia untuk produk pembersih rumah tangga.
  • Mengoleskan krim perawatan kulit secara lembut untuk menjaga kelembaban kulit tangan dan kaki. Hindari menggosok atau mengurut dengan pelembab pada tangan dan kaki.
  • Menggunakan alas kaki yang nyaman dengan ventilasi yang baik.

 

Jika terjadi sindrom hand foot walaupun telah dilakukan upaya-upaya pencegahan, maka dokter akan mengatasi gejala yang telah ada, mengurangi komplikasi, dan mencegah perburukan gejala. Intervensi yang dilakukan oleh dokter adalah menurunkan dosis kemoterapi berikutnya setelah kondisi saat ini tertangani dengan baik. Terapi yang diberikan oleh dokter dapat berupa vitamin B6, penghambat cyclo-oxygenase-2 (contohnya celecoxib), urea topikal (krim untuk melembabkan) emolien (untuk melembabkan dan mempertahankan hidrasi), corticosteroid topikal (sebagai anti-inflamasi).

 

Image : Ilustrasi

Referensi:

1.Indonesia. Globocan 2018. International Agency for Research on Cancer. 2019 [cited 2019 June 9]. Available from: http://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesia-fact-sheets.pdf

2. Cardoso F, Colleoni M, Di Leo A, Francia G, Gennari A, Gligorov J, et al. Oral chemotherapy in advanced breast cancer: Expert perspectives on its role in clinical practice. Cancer Treatment Communications 2016;651:S1-10.

3. Taceral [package insert]. Jakarta, Indonesia: PT Kalbe Farma Tbk; 2017.

Share this article
Related Articles