Disease Info
Trombosis Vena Dalam (DVT)

Pendahuluan dan Fakta

Trombosis vena dalam dikenal sebagai deep vein thrombosis (DVT). Trombus pada sistem vena dalam sebenarnya tidak berbahaya, dapat menjadi berbahaya bahkan dapat menimbulkan kematian jika sebagian trombus terlepas, kemudian mengikuti aliran darah dan menyumbat arteri di dalam paru (emboli paru).

Insidens DVT di Eropa dan Amerika Serikat kurang lebih 50 per 100.000 populasi/tahun. Angka kejadian DVT meningkat sesuai umur, sekitar 1 per 10.000 – 20.000 populasi pada umur di bawah 15 tahun hingga 1 per 1000 populasi pada usia di atas 70 tahun. Insidens DVT pada ras Asia dan Hispanik dilaporkan lebih rendah dibandingkan pada ras Kaukasia, Afrika-Amerika Latin, dan Asia Pasifik. Tidak ada perbedaan insidens yang signifikan antara pria dan wanita.

Patofisiologi

Trombosis vena biasanya terdiri dari fibrin, sel darah merah, dan beberapa komponen trombosit dan leukosit. Terdapat tiga hal yang berperan dalam proses terjadinya trombosis (Virchow’s Triad):

1. Stasis vena. Aliran darah vena cenderung lambat, bahkan dapat stasis terutama di daerah yang mengalami imobilisasi cukup lama. Stasis vena merupakan faktor predisposisi terjadinya trombosis lokal, karena dapat mengganggu mekanisme pembersihan aktivitas faktor pembekuan darah sehingga memudahkan terbentuknya trombosis.

2. Kerusakan pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah dapat berperan dalam proses pembentukan trombosis vena, melalui:

  - Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan

   - Aktivasi sel endotel oleh sitokin yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan jaringan dan proses peradangan.

3. Perubahan daya beku darah. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan sistem pembekuan darah dan sistem fibrinolisis. Kecenderungan trombosis terjadi apabila aktivitas pembekuan darah meningkat atau aktivitas fibrinolisis menurun. DVT sering terjadi pada kasus aktivitas pembekuan darah meningkat, seperti pada hiperkoagulasi, defisiensi anti-trombin III, defisiensi protein-C, defisiensi protein S, dan kelainan plasminogen.

Gejala Klinis dan Komplikasi

Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa:

1. Nyeri. Intensitas nyeri tidak tergantung besar dan luas trombosis. Nyeri akan berkurang jika penderita berbaring, terutama jika posisi tungkai ditinggikan.

2. Pembengkakan. Timbulnya edema dapat disebabkan oleh sumbatan vena proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler. Apabila ditimbulkan oleh sumbatan, maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler, bengkak timbul di daerah trombosis dan biasanya disertai nyeri. Pembengkakan bertambah jika berjalan dan akan berkurang jika istirahat dengan posisi kaki agak ditinggikan.

3. Perubahan warna kulit. Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis vena dalam dibandingkan trombosis arteri, ditemukan hanya pada 17% - 20% kasus. Kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna ungu. Perubahan warna menjadi pucat dan dingin pada perabaan merupakan tanda sumbatan vena besar bersamaan dengan spasme arteri, disebut flegmasia alba dolens.

Diagnosis

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting dalam pendekatan pasien dengan dugaan trombosis. Riwayat penyakit sebelumnya merupakan hal yang penting karena dapat diketahui faktor risiko dan riwayat trombosis sebelumnya. Adanya riwayat trombosis pada keluarga juga merupakan hal penting.

2. Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium mendapatkan peningkatan kadar D-dimer dan penurunan antitrombin (AT). D-dimer adalah produk degradasi fibrin. Pemeriksaan D-dimer dapat dilakukan dengan ELISA atau latex agglutination assay.

3. Radiologis. Pemeriksaan radiologis penting untuk mendiagnosis DVT. Beberapa jenis pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis DVT, yaitu: venografi, Flestimografi Impedans, Ultrasonografi (USG) Doppler.

Tatalaksana dan Perawatan

Hanya dilakukan pada kasus yang diagnosisnya sudah jelas ditegakkan mengingat obatobatan dapat menimbulkan efek samping serius. Tujuan tatalaksana DVT fase akut adalah:

1. Menghentikan bertambahnya trombus

2. Membatasi bengkak tungkai yang progresif

3. Melisis dan membuang bekuan darah serta mencegah disfungsi vena atau terjadinya sindrom pasca-trombosis

4. Mencegah terjadinya emboli

a. Non-farmakologis. Penatalaksanaan non-farmakologis terutama ditujukan untuk mengurangi morbiditas pada serangan akut serta mengurangi insidens posttrombosis syndrome yang biasanya ditandai dengan nyeri, kaku, edema, parestesi, eritema, dan edema. Untuk mengurangi keluhan dan gejala trombosis vena pasien dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur (bedrest), meninggikan posisi kaki, dan dipasang compression stocking dengan tekanan kira-kira 40 mmHg

b. Farmakologis. Meluasnya proses trombosis dan emboli paru dapat dicegah dengan antikoagulan dan fibrinolitik.

   1. Unfractionated Heparin. Terapi unfractionated heparin berdasarkan berat badan dan dosisnya dititrasi berdasarkan nilai Activated Partial Thromboplastin Time (APTT). Nilai APTT yang diinginkan adalah 1,5-2,5 kontrol.

   2. Low-Molecular-Weight Heparin (LMWH). Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH lebih menguntungkan karena waktu paruh biologis lebih panjang, dapat diberikan subkutan satu atau dua kali sehari, dosisnya pasti dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium. Pada pasien DVT, heparin subkutan tidak kurang efektif dibandingkan unfractionated heparin infus kontinyu

  3. Warfarin. Warfarin adalah obat pilihan untuk antikoagulasi akut. Pemberian warfarin segera setelah diagnosis DVT ditegakkan, namun kerjanya memerlukan satu minggu atau lebih. Oleh karena itu, LMWH diberikan bersamaan sebagai terapi penghubung hingga warfarin mencapai dosis terapeutiknya.

  4. Terapi Trombolitik. Tidak seperti antikoagulan, obat-obat trombolitik menyebabkan lisisnya trombus secara langsung dengan peningkatan produk plasmin melalui aktivasi plasminogen. Obat-obat trombolitik yang direkomendasikan FDA meliputi streptokinase, recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA), dan urokinase

c. Trombektomi. Terapi open surgical thrombectomy direkomendasikan untuk DVT yang memiliki kriteria di antaranya adalah DVT iliofemoral akut, tetapi terdapat kontraindikasi trombolitik atau trombolitik ataupun mechanical thrombectomy gagal, lesi tidak dapat diakses oleh kateter, trombus sukar dipecah dan kontraindikasi antikoagulan.



Referensi:

Jayanegara AP. Diagnosis dan tatalaksana deep vein thrombosis. CDK 2016:244:43(9):652-7