Disease Info
Limfoma Hodgkin

Pendahuluan dan Fakta

Limfoma Hodgkin (LH) merupakan penyakit keganasan yang mengenai sel-B limfosit dan khas ditandai oleh adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang sel radang pleomorf (limfosit, eosinofil, neutrofil, sel plasma, dan histiosit).

Sel Reed Sternberg adalah sebuah sel yang sangat besar dengan ukuran diameter sekitar 15 sampai dengan 45 mikrometer, berinti besar multilobuler dengan banyak anak inti yang menonjol dan sitoplasma yang sedikit eusinofilik. Karakteristik utama dari sel Reed Sternberg adalah adanya dua buah inti yang saling bersisian yang di dalamnya masing-masing berisi sebuah anak inti asidofilik yang besar dan mirip dengan inklusi yang dikelilingi oleh daerah sel yang jernih. Gambaran morfologi tersebut membuat sel Reed Sternberg tampak seperti mata burung hantu (owl-eye). Sebanyak 40% limfoma pada orang dewasa dilaporkan sebagai LH. Insidens LH tergolong stabil dengan sekitar 8.490 kasus baru pernah dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 2010. LH lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita (1,2:1) dan lebih sering terjadi pada orang berkulit putih dibandingkan dengan orang berkulit hitam. Distribusi usia pada LH tergolong bimodal dengan usia puncak pertama, yaitu sekitar 15 sampai dengan 34 tahun, dan usia puncak kedua yaitu sekitar ≥ 50 tahun.

Patofisiologi

Penyebab pasti dari limfoma Hodgkin (LH) hingga saat ini masih belum diketahui namun beberapa faktor, seperti paparan infeksi virus, faktor keluarga, dan keadaan imunosupresi diduga memiliki keterkaitan dengan terjadinya LH. Pada 70% atau sepertiga dari kasus LH yang pernah dilaporkan di seluruh dunia menunjukkan adanya keterlibatan infeksi virus Epstein Barr (EBV) pada sel Reed-Sternberg.

Ekspresi gen dari EBV diduga memicu terjadinya transformasi dan pemrograman ulang dari sel-B limfosit menuju salah satu fenotif LH. Pada saat terjadinya infeksi primer, EBV akan masuk dalam fase laten di dalam memori sel-B limfosit, sehingga EBV mampu bertahan sepanjang masa hidup sel-B limfosit. EBV kemudian mengkode produk gen EBNA-1 dan LMP-1 yang diduga berperan dalam proses transformasi memori sel-B lim-fosit. Produk-produk gen ini bekerja pada jalur sinyal intraseluler di mana EBNA-1 bekerja secara langsung dengan memberikan umpan negatif pada ekspresi gen penekan tumor dan meningkatkan perkembangan tumor melalui umpan positif pada CCL22 yang kemudian memromosikan aktivasi sel-B limfosit. Pada saat yang bersamaan, produk gen LMP-1 meniru sinyal yang dihasilkan oleh CD40 yang bekerja untuk mengaktifkan jalur sinyal NF-kB, p38, PI3K, AP1, dan JAK-STAT dalam memromosikan kelangsungan hidup sel-B limfosit. Infeksi EBV juga diduga menjadi penyebab dari terjadinya mutasi genetik pada gen Ig yang mengkode reseptor sel-B limfosit, di mana EBV kemudian mengkode gen LMP-2 yang mampu memrogram ulang sel-B limfosit matur menuju salah satu fenotif LH dan mencegah terjadinya proses apoptosis melalui aktivasi sinyal penyelamatan pada pusat germinal sel-B limfosit.

Akibat dari adanya serangkaian proses tersebut di atas menyebabkan terjadinya ekspansi klonal yang tidak terkontrol dari sel-B limfosit yang kemudian akan mensekresikan berbagai sitokin, seperti IL-5, yang akan menarik dan mengaktivasi eosinofil dan IL-13 yang dapat menstimulasi sel Reed-Sternberg lebih lanjut untuk mengekspresikan CD30 (Ki-1) dan CD15 (Leu-M1). CD30 merupakan penanda aktivasi limfosit yang diekspresikan oleh sel-sel jaringan limfoid yang reaktif dan ganas, sedangkan CD15 merupakan penanda dari granulosit, monosit, dan sel-T limfosit yang teraktivasi yang dalam keadaan normal tidak diekspresikan oleh sel-B limfosit. Orang dengan riwayat keluarga pernah menderita LH, terutama saudara kembar dan orang dengan gangguan sistem imun, seperti penderita HIV/AIDS juga memiliki risiko yang tinggi untuk menderita LH.

Gejala Klinis dan Komplikasi

Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non-spesifik, di antaranya:

1.     Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan

2.    Demam 38 derajat C >1 minggu tanpa sebab yang jelas

3.    Keringat malam banyak

4.    Cepat lelah

5.    Penurunan nafsu makan

6.    Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat

7.    Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak, atau pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat pembesaran kelenjar getah bening mediastinum ataupun splenomegali. Tiga gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis yang kurang baik, begitu pula bila terdapatnya Bulky Disease (KGB berukuran > 6-10 cm atau mediastinum >33% rongga toraks).

Menurut Lymphoma International Prognostic Index, temuan klinis yang mempengaruhi prognosis penderita LH adalah usia >60 tahun, keterlibatan kedua sisi diafragma atau organ ekstra nodal (Ann Arbor III/IV) dan multifokalitas (>4 lokasi).

Meskipun Limfoma Hodgkin dapat menunjukkan beragam gejala, gejala yang umum adalah:

• Demam yang berkepanjangan dan berulang (sering kambuh)

• Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas

• Pembengkakan kelenjar getah bening yang teraba di leher, ketiak, dan daerah selangkangan

• Berkeringat di malam hari

• Hilangnya nafsu makan

Memiliki gejala-gejala ini bukan berarti bahwa seseorang pasti menderita limfoma. Gejala-gejala tersebut dapat juga bukan akibat kanker. Namun, orang yang mengalami gejala-gejala tersebut harus berobat ke dokter agar dapat didiagnosis dengan tepat dan diobati bila perlu.

Diagnosis

Penegakan diagnosis dari limfoma Hodgkin (LH) dilakukan dengan mempertimbangkan temuan yang diperoleh pada saat melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang terhadap penderita.

1 Anamnesis.

a. Gejala konstitusional yang terdiri atas:

   a) Simtom B yang terdiri atas penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan terakhir, demam lebih dari 380C, dan berkeringat di malam hari.4,7,10

   b) Demam Pel-Ebstein, yaitu demam tinggi selama 1 sampai 2 minggu lalu terdapat periode afebril selama 1 sampai 2 minggu kemudian demam tinggi muncul kembali.

   c) Pruritus yaitu rasa gatal pada sebagian atau seluruh tubuh.

   d) Rasa nyeri yang timbul di daerah limfa setelah meminum alkohol.

b. Nyeri dada, batuk, sesak napas, serta nyeri punggung atau nyeri tulang.

c. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, terutama pada LH tipe nodular sclerotic.

2 Pemeriksaan Fisik.

a. Limfadenopati asimptomatik, yaitu pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri, biasanya asimetrik dengan konsistensi yang padat kenyal seperti karet. Adapun predileksi kelenjar getah bening yang biasanya terlibat, yaitu leher (60-70%), aksila (10-15%), inguinal (6-12%), mediastinum (6-11%), hilus paru, kelenjar para-aorta dan retro-peritoneal.

b. Splenomegali dan hepatomegali tetapi jarang bersifat masif.

c. Sindrom superior vena cava dengan tanda dan gelajanya berupa distensi pada vena leher dan dinding dada, edema pada wajah dan ekstremitas atas, sesak napas dan sakit kepala pada penderita dengan limfadenopati mediastinum yang bersifat masif.

3 Pemeriksaan Penunjang.

a. Pemeriksaan hematologik, dapat ditemukan adanya anemia, neutrofilia, eosinofilia, limfopenia, serta laju endap darah dan LDH (lactate dehydrogenase serum) yang meningkat pada pemeriksaan darah lengkap.

b. Pemeriksaan pencitraan, dapat ditemukan gambaran radiopaque dari nodul unilateral atau bilateral yang berbatas tidak tegas atau tegas serta konsolidasi pada pemeriksaan foto polos dada proyeksi Posterior Anterior (PA); gambaran hiperdens dari massa jaringan lunak multipel akibat agregasi nodul pada pemeriksaan CT scan dengan kontras di daerah thorax, abdomen atau pelvis.

c. Pemeriksaan histopatologik, dapat ditemukan adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang sel radang pleomorf pada pemeriksaaan biopsi kelenjar getah bening.

d. Pemeriksaan imunohistokimia, dapat ditemukan penanda CD15, CD20, atau CD30 pada sel Reed Sternberg.

e. Pemeriksaan lainnya, seperti tes fungsi hati, ginjal dan paru, ekokardiografi dan eletrokardiografi digunakan untuk mengetahui adanya tanda dan gejala keterlibatan organ lainnya selain kelenjar getah bening serta tes kehamilan pada penderita wanita muda.

Tatalaksana dan Perawatan

Penatalaksanaan limfoma Hodgkin (LH) berbeda-beda sesuai dengan tipe dan stadiumnya dengan modalitas penatalaksanaan yang terdiri atas radioterapi, kemoterapi, dan terapi kombinasi. EORTC (European Organization for Research and Treatment of Cancer) mengelompokkan penderita LH klasik ke dalam 3 stage berdasarkan atas kriteria yang terdiri atas stadium LH dengan ada atau tidak adanya faktor risiko

Early-Stage Favorable

Penatalaksanaan LH klasik early-stage favorable dilakukan dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD (Adriamycin 25 mg/m2, IV, hari ke-1 dan 15; Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan15; Vinblastine 6 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15; Dacarbazine 375 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15) dalam 2 siklus dan diikuti dengan pemberian radioterapi sebesar 20 Gy.

Early-Stage Unfavorable

Penatalaksanaan LH klasik early-stage unfavorable dilakukan dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD (Adriamycin 25 mg/ m2 , IV, hari ke-1 dan 15; Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15; Vinblastine 6 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15; Dacarbazine 375 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15) dalam 4 siklus dan diikuti dengan pemberian radioterapi sebesar 30 Gy. Penatalaksanaan lainnya yang lebih intensif yaitu dengan pemberian kemoterapi regimen BEACOPP (Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 8; Etoposide 200 mg/m2, IV, hari ke-1 sampai 3; Adriamycin 35 mg/ m2, IV, hari ke-1; Cyclophosphamide 1.250 mg/ m2, IV, hari ke-1; Oncovin 1,4 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 8; Procarbazine 100 mg/ m2 , oral, hari ke-1 sampai 7; Prednisone 40 mg/ m2, oral, hari ke-1 sampai 14 dengan dosis meningkat dalam 2 siklus serta diikuti dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD dalam 2 siklus dan radioterapi sebesar 30 Gy.

Advanced-Stage Disease

Penatalaksanaan LH klasik advanced-stage disease dilakukan dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD atau BEACOPP dalam 6 sampai 8 siklus dan diikuti dengan pemberian radioterapi jika ukuran limfoma > 1,5 cm setelah pemberian kemoterapi regimen ABVD atau > 2,5 cm setelah pemberian kemoterapi regimen BEACOPP

LH tipe nodular lymphocyte predominant

Penatalaksanaan LH tipe nodular lymphocyte predominant berbeda dengan penatalaksanaan LH klasik oleh karena LH tipe ini memiliki karakteristik biologis yang berbeda dengan LH klasik oleh karena adanya CD20. Pada penderita dengan stadium IA tanpa adanya faktor risiko, dapat dilakukan pengangkatan kelenjar getah bening yang diikuti dengan watchful waiting atau pemberian radioterapi, sedangkan pada penderita dengan stadium yang lebih lanjut, dapat dilakukan pemberian kemoterapi regimen ABVD yang dikombinasikan dengan Rituximab.

 

 

Referensi:

1. Maya IPGNI, Rasmawati NLM. Limfoma hodgkin [Internet]. 2017 [cited 2021 Aug 27]. Available from: https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/c52b9761d6e8ade70f0502c2708381b5.pdf

2.Parkway Cancer Centre. Limfoma hodgkin [Internet]. [cited 2021 Aug 27]. Available from: https://www.parkwaycancercentre.com/docs/default-source/cancer-types-pdfs/bahasa/pcc_hodgkinlymphoma_bah.pdf?sfvrsn=f678a1e5_2