Detail Article
Granisetron Transdermal atau Ondansetron Oral Sebagai Profilaksis CINV Pasien Kanker Ginekologi?
by dr Hastarita Lawrenti
Jun 25
Share this article
99d8fa684e4e52a7ad41138a1aaa988d.jpg
Updated 30/Jul/2020 .

Cisplatin sering digunakan sebagai radiation-sensitizing chemotherapy dan sangat bersifat emetogenik. Dalam studi fase II, cisplatin dan radiasi untuk terapi kanker serviks atau endometrium dilaporkan menyebabkan mual pada semua pasien, 

Cisplatin sering digunakan sebagai radiation-sensitizing chemotherapy dan sangat bersifat emetogenik. Dalam studi fase II, cisplatin dan radiasi untuk terapi kanker serviks atau endometrium dilaporkan menyebabkan mual pada semua pasien, dan lebih dari dua pertiga-nya mengalami efek toksik derajat 2-3. Guideline NCCN merekomendasikan pemberian anti-emetik sebelum kemoterapi dan dilanjutkan setidaknya 72 jam setelah terapi.

Anti-emetik oral termasuk antagonis 5-HT3 (misalnya granisetron dan ondansetron) telah memperbaiki kontrol CINV pada pasien kanker ginekologi yang menjalani kemoradiasi. Namun, pemberian anti-emetik oral dapat dikatakan kurang praktis sehingga menyebabkan kepatuhan terapi yang tidak baik selama terapi kanker. Studi menunjukkan kepatuhan terhadap terapi anti-emetik berkisar 22-42%. 

Peneliti menunjukkan bahwa patch anti-emetik dapat bermanfaat pada populasi pasien tertentu termasuk pasien dengan risiko CINV berkepanjangan dan pasien yang mungkin kurang paruh terhadap terapi anti-emetik oral. Salah satu terapinya adalah patch granisetron transdermal 52 cm2 yang mengandung granisetron 34,3 mg, dosis yang dilepaskan adalah 3,3 mg per hari. Patch ini efektif selama 7 hari. Dua uji klinik telah membandingkan efikasi granisetron transdermal dan oral dan kedua studi menunjukkan bahwa kedua bentuk granisetron tersebut dapat mengontrol CINV. Namun, belum terdapat studi yang membandingkan granisetron transdermal dengan ondansetron oral yang digunakan sebagai profilaksis CINV.

Uji klinik fase III, non-blinded, paralel dilakukan pada pasien kanker serviks, endometrium, atau vagina yang menjalani kemoradiasi cisplatin (40 mg/m2 setiap minggu, dengan dosis maksimum 70 mg/minggu). Sebelum siklus pertama cisplatin, semua pasien mendapat ondansetron 8 mg IV. Pasien mendapat patch granisetron transdermal 34,3 mg, ditempelkan di lengan sebelum siklus pertama cisplatin. Untuk siklus berikutnya, patch granisetron transdermal diberikan saat premedikasi sebelum infus cisplatin. Patch granisetron diganti setiap 7 hari. Kelompok lain, pasien mendapat ondansetron 8 mg, 3 kali sehari yang dilanjutkan selama 72 jam setelah selesai kemoterapi. 

Hasil dari uji klinik denganjumlah responden 75 sukarelawan ini menujukkan: Sejumlah 61 orang dengan kanker serviks, 12 orang dengan kanker endometrium, dan 2 orang dengan kanker vagina. Pada fase lambat siklus pertama, respons komplit dicapai sebesar 49,8% dengan granisetron transdermal dan 39,7% dengan ondansetron oral. Kemungkinan bahwa granisetron transdermal mencapai keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan ondansetron oral dalam mengontrol CINV fase lambat adalah 82%. Secara keseluruhan, selama semua fase pada siklus pertama, kontrol CINV sebanding pada kelompok granisetron transdermal dan ondansetron oral (41% vs 46%; p= 0,47). Muntah, retching, penggunaan rescue medication tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok pada siklus berapapun. Selama fase akut dari siklus kedua (63% vs 8%; p= 0,006) dan ketiga (82% vs 20%; p= 0,003), penggunaan rescue anti-emetic lebih sering dijumpai pada pasien dengan granisetron transdermal dibandingkan ondansetron oral. Selain ini, tidak terpantau perbedaan dalam rescue anti-emetic selama fase apapun dari siklus berapapun. Kepatuhan terhadap terapi (p > 0,05) dan pengaruh CINV terhadap kualitas hidup (p= 0,84) sebanding pada kedua kelompok terapi. Tidak terpantau concern/kejadian keamanan yang dikaitkan dengan terapi anti-emetik. 

Kesimpulan dari uji klinik ini adalah granisetron transdermal lebih mungkin mengontrol CINV dibandingkan ondansetron oral pada fase lambat dari siklus pertama dan sebanding dengan ondansetron oral pada semua siklus. Granisetron transdermal dipertimbangkan sebagai pilihan profilaktik terapi anti-emetik untuk pasien kanker ginekologi yang menjalani kemoradiasi.

 


Image: Ilustrasi (Sumber: www.pexels.com)

Referensi:

1. Armbruster SD, Fellman BM, Jhingran A, Eifel PJ, Klopp AH, Coleman RL, et al. A phase III study of transdermal granisetron versus oral ondansetron for women with gynecologic cancers receiving pelvic chemoradiation. Supportive Care in Cancer 2020 doi: 10.1007/s00520-020-05464-z.

2. Boccia RV, Gordan LN, Clark G, Howell JD, Grunberg SM. Efficacy and tolerability of transdermal granisetron for the control of chemotherapy-induced nausea and vomiting associated with moderately and highly emetogenic multi-day chemotherapy: A randomized, double-blind, phase III study. Support Care Cancer 2011;19(10):1609-17.

 

Share this article
Related Articles