Detail Article

Pengaruh Suplementasi Vitamin D3 pada Pasien dengan Infeksi HIV

dr. Karen Denisa
Des 29
Share this article
315a192c4aabaff725f95dc998532f67.jpg
Updated 29/Des/2025 .

Infeksi human immunodeficiency virus (HIV) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang memengaruhi ribuan orang setiap tahunnya. Infeksi HIV merupakan penyebab acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) yang ditandai oleh penurunan fungsi sistem imun akibat kerusakan sel limfosit T CD4+, sehingga meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik dan komplikasi sistemik. Salah satu komorbiditas utama pada pasien HIV yang menjalani terapi antiretroviral adalah insufisiensi vitamin D, yaitu hormon penting yang berperan dalam berbagai proses fisiologis dan metabolik tubuh.

Data global UNAIDS (Joint United Nations Programme on HIV/AIDS) tahun 2020 menunjukkan sekitar 38 juta orang hidup dengan HIV, termasuk 36,2 juta orang dewasa dan 1,8 juta anak, dengan 79% di antaranya telah mengetahui status HIV-positifnya; setiap tahun diperkirakan terjadi 1,7 juta infeksi baru dan sekitar 690.000 kematian akibat penyakit terkait AIDS. HIV mengintegrasikan dirinya ke dalam genom sel target seperti limfosit T CD4+ dan makrofag sehingga menyebabkan imunosupresi, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik, dan berkontribusi pada tingginya angka morbiditas dan mortalitas, sehingga memerlukan pemantauan medis jangka panjang dan terapi antiretroviral untuk mengendalikan replikasi virus.

 

Vitamin D merupakan hormon steroid yang berperan penting dalam homeostasis tulang, regulasi metabolisme kalsium–fosfor, serta modulasi sistem imun, dan statusnya dinilai melalui kadar serum 25-hidroksivitamin D [25(OH)D]. Pada pasien HIV yang mendapat terapi antiretroviral tertentu, sering ditemukan penurunan kadar vitamin D serum yang berpotensi memperburuk kondisi kesehatan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan bertujuan menilai pentingnya suplementasi vitamin D3 pada pasien HIV dengan kadar serum di bawah batas yang direkomendasikan, khususnya dalam upaya mencegah progresivitas penyakit dan menurunkan risiko morbiditas serta mortalitas terkait defisiensi vitamin D.

 

Metode penelitian berupa tinjauan literatur terhadap artikel terindeks yang dipublikasikan pada periode 2015–2023 dalam bahasa Inggris dan bahasa lainnya, dengan fokus pada studi yang membahas pengaruh kadar vitamin D serum yang rendah pada pasien dengan infeksi HIV, kontribusinya terhadap perkembangan penyakit lain, serta peran suplementasi vitamin D3 sebagai upaya pencegahan atau pengendalian kondisi tersebut. Penelusuran dilakukan melalui basis data National Library of Medicine (PubMed) dan Scientific Electronic Library Online (SciELO) menggunakan kata kunci yang relevan, antara lain 25-hydroxycholecalciferol, cholecalciferol, vitamin D, vitamin D3 supplementation, serum dosage, HIV-infected, HIV/AIDS, antiretrovirals, hypovitaminosis D, dan diseases. Artikel yang diperoleh dianalisis berdasarkan kualitas perumusan hipotesis atau tujuan, kejelasan luaran yang diteliti, karakteristik sampel, ketepatan dan kekhasan deskripsi metode, serta kedalaman pembahasan yang relevan dengan tujuan penelitian.

 

Pada pasien HIV, hipovitaminosis D sering terjadi akibat inflamasi kronik, gangguan metabolisme vitamin D, keterbatasan paparan sinar matahari, serta penggunaan antiretroviral, dan dikaitkan dengan progresivitas penyakit serta meningkatnya risiko infeksi oportunistik. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D3 pada pasien HIV yang menjalani terapi ARV dapat memberikan manfaat imunologis dan metabolik, termasuk peningkatan jumlah sel T CD4+, perbaikan kesehatan tulang, serta penurunan proses inflamasi, meskipun pemberiannya tetap memerlukan pemantauan klinis dan laboratorium untuk mencegah risiko toksisitas.

 

Kesimpulan:

Hipovitaminosis D berpotensi memperburuk patogenesis infeksi HIV melalui gangguan respons imun dan peningkatan inflamasi yang dapat meningkatkan risiko komorbiditas dan mortalitas non-AIDS, sehingga suplementasi vitamin D3 sebagai terapi adjuvan menunjukkan potensi manfaat imunologis meskipun bukti yang ada masih kontroversial, menegaskan perlunya penelitian lanjutan untuk menetapkan kriteria diagnosis, kadar serum optimal, serta protokol suplementasi yang jelas dan berbasis bukti.


Referensi:

  1. World Health Organization. HIV and AIDS [Internet]. 2025. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hiv-aids.
  2. Birssi EC, Alexandre MM, Gimenes F, da Silva SF, Cogo J, Boleta-Ceranto DD, et al. Effect of vitamin D3 (cholecalciferol) supplementation in patients with HIV. Acta Scientiarum Health Sciences 2025;47:e67112. https://doi.org/10.4025/actascihealthsci.v47i1.67112.
Share this article
Related Articles
Related Products
79066e098c756d939996521bf396f633.jpg
cc7f9568a3fcdc82348afb297c5664ed.jpeg
30525a8dda13bda97ac1ffa62a674c8d.jpg
85ee673292af1647639c3f61b2c0c4cd.jpg
a67d87d747817244a7ad753d94390bef.jpg
672391ae056b53966d03fcfa191761f3.jpg
4431c44b99239f5ffe960a390cc0d22c.jpg
451cd93320d4538cb8a5934bbc26450a.jpg
d9e04228feba274e954728ecbe866edb.jpg
01cdfa37d70f2f0b1a5d41f013096a53.jpg