Radioterapi merupakan pilar utama dalam tata laksana pasien dengan kanker kepala dan leher, namun terapi ini tidak lepas dari komplikasi. Salah satu efek sampingnya adalah nyeri neuropati, yang dapat mengganggu kualitas hidup, status nutrisi, dan menghambat kepatuhan terhadap terapi. Dari uji klinik didapatkan bahwa pregabalin bermanfaat dalam menurunkan tingkat keparahan nyeri neuropati yang diinduksi radioterapi.
Nyeri neuropati yang terjadi ini terutama disebabkan kerusakan saraf yang sifatnya sekunder karena inflamasi, fibrosis, dan iskemia diinduksi radiasi. Tidak seperti nyeri nosiseptif yang berasal dari cedera jaringan dan inflamasi, nyeri neuropati berasal dari cedera langsung atau disfungsi sistem saraf somatosensori. Nyeri tipe ini sering digambarkan seperti terbakar, tertusuk, syok elektrik, dan sering disertai dengan abnormalitas sensori seperti alodinia dan hiperalgesia. Analgesik konvensional seperti NSAID dan opioid sering tidak adekuat memperbaiki gejala. Oleh karena itu, dipertimbangkan obat tambahan dengan target mekanisme neuropati, salah satunya adalah pregabalin.
Studi retrospektif dilakukan pada 5 pasien kanker kepala dan leher yang telah menjalani radioterapi (5 bulan sampai 6 tahun setelah radioterapi) menunjukkan bahwa rasa terbakar, tertusuk jarum, dan mati rasa merupakan gambaran nyeri neuropati yang paling sering dijumpai. Pregabalin dititrasi sampai dengan 150−300 mg per hari, paracetamol dan/atau tramadol juga diberikan (dosis harian 3000 mg dan 100−150 mg). Perbaikan rasa nyeri yang bermakna (≥ 50%) menurut IMMPACT dilaporkan setelah 2-3 bulan terapi. Dua pasien mengalami remisi komplit gejala (DN4 = 0, NRS = 0). Tidak dilaporkan efek samping serius; 1 pasien dilaporkan mengalami salivasi berlebihan.
Untuk menilai efek preventif pregabalin terhadap terjadinya dan tingkat keparahan nyeri neuropati pasien kanker kepala leher yang menjalani radioterapi, uji klinik secara acak, tersamar ganda, dengan kontrol plasebo dilakukan. Pasien mendapat pregabalin 75 mg oral, 2 kali sehari yang dimulai 2 hari sebelum radioterapi dimulai dan dilanjutkan selama periode terapi (umumnya 6−7 minggu) atau plasebo. Nyeri neuropati dinilai menggunakan kuesioner Douleur Neuropathique 4 (DN4) dan visual analogue scale (VAS) yang dilakukan di awal dan setiap minggu sampai 2 minggu setelah radioterapi selesai. Pasien diperbolehkan menggunakan acetaminophen sebagai rescue analgesia, sedangkan opioid atau analgesik adjuvan lain tidak diperbolehkan.
Hasil dari uji klinik ini adalah: (n=70)
- Skor VAS yang menilai intensitas nyeri secara keseluruhan, lebih rendah secara bermakna pada kelompok pregabalin pada akhir radioterapi (3,37 ± 1,24) dan 2 minggu setelah radioterapi (2,65 ± 1,19).
- Skor DN4 yang menilai komponen nyeri neuropati, lebih rendah secara bermakna pada kelompok pregabalin pada minggu 3 radioterapi (2,14 ± 0,78) dan akhir radioterapi (2,62 ± 1,03).
- Total penggunaan rescue analgesic (acetaminophen) yang digunakan selama terapi lebih sedikit pada kelompok pregabalin.
Kesimpulan:
Dari uji klinik ini didapatkan bahwa pemberian profilaksis pregabalin secara efektif menurunkan tingkat keparahan nyeri neuropati diinduksi radioterapi dan konsumsi analgesik pada pasien dengan kanker kepala leher yang menjalani radioterapi.
Gambar: Ilustrasi
Referensi:
1. Rousta F, Nasseri AR. Preventive effects of pregabalin on neuropathic pain in head and neck cancer patients undergoing radiotherapy. JAMPBR 2025;1:118-23 doi: 10.22034/jampbr.2025.527636.1013.
2.Kouri M, Papadopoulou E, Vardas E, Georgaki M, Rekatsina M, Tsaroucha A, et al. Pregabalin for neuropathic pain in post-radiotherapy head and neck cancer patients: a retrospective study and review of the literature. Cureus 2024;16(11):e72951 doi: 10.7759/cureus.72951.