Osteoarthritis (OA) lutut merupakan salah satu penyakit degeneratif yang paling umum yang mempengaruhi 10% populasi di seluruh dunia, dimana atlet dan lansia memiliki prevalensi OA lutut yang lebih tinggi.
Osteoarthritis (OA) lutut merupakan salah satu penyakit degeneratif yang paling umum yang mempengaruhi 10% populasi di seluruh dunia, dimana atlet dan lansia memiliki prevalensi OA lutut yang lebih tinggi. Operasi penggantian sendi lutut (total knee arthroplasty / TKA ) yang dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan aktivitas pasien OA. Namun, pasien TKA sering mengalami nyeri akut pasca operasi yang membuat kualitas hidup pasien menurun dan kesediaan pasien untuk melakukan rehabilitasi menjadi terhambat, akhirnya waktu rawat inap dan pemulihan pasien menjadi lebih panjang.
Pemberian analgesik preoperatif sering digunakan untuk mengurangi konsumsi obat anti nyeri setelah operasi, dan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan pemberian analgesik setelah operasi saja. Sebagai salah satu penghambat COX-2 selektif, celecoxib banyak digunakan sebagai analgesik preoperatif untuk berbagai jenis operasi diantaranya bedah maxillomandibular, bedah testis, dan masih banyak lagi.
Sebuah studi acak terkontrol dilakukan pada 226 pasien OA lutut yang akan menjalani TKA. Pasien dibagi kedalam 2 kelompok yaitu: Kelompok preoperatif (n=113) diberikan celecoxib 400 mg 24 jam sebelum operasi kemudian setelah operasi dilanjutkan pemberian celecoxib 2x200 mg selama 3 hari. Kelompok postoperatif (n=113) diberikan celecoxib 400 mg 2 jam setelah operasi dan kemudian dilanjutkan pemberian celecoxib 2x200 mg selama 3 hari.
Adapun parameter yang dinilai yaitu skala nyeri pasien (Visual Analog Scale / VAS) saat istirahat dan saat lutut digerakkan (fleksi), kualitas hidup pasien (Patient’s Global Assessment / PGA), dan efek samping yang terjadi pada kedua kelompok. Parameter dinilai pada jam ke-2, ke-6, ke-12, ke-24, dan ke-72 setelah operasi.
Hasil dari studi tersebut menunjukkan kelompok preoperatif menunjukkan skor nyeri yang lebih rendah dibandingkan kelompok postoperatif pada jam ke-2, ke-6, ke-12, dan ke-24 setelah operasi saat istirahat (p<0,05) maupun saat digerakkan/difleksikan (p<0,05). Dan hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok preoperatif menunjukkan skor perbaikan kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan kelompok postoperatif pada jam ke-2, ke-6, ke-12, ke-24, dan ke-48 setelah operasi (p<0,05). Sedangkan dari segi efek samping, tidak tampak perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok penelitian (p>0,05).
Image: Ilustrasi
Referensi:
1. Neogi T. The epidemiology and impact of pain in osteoarthritis. Osteoarthritis Cartilage. 2013;21:1145–53.
2. Madaleno FO, Santos BA, Araujo VL, et al. Prevalence of knee osteoarthritis in former athletes: a systematic review with meta-analysis. Braz J Phys Ther. 2018;22:437–51.
3. Canovas F, Dagneaux L. Quality of life after total knee arthroplasty. Orthop Traumatol Surg Res. 2018;104:S41–6.
4. Liu J, Wang F. Preoperative celecoxib analgesia is more efficient and equally tolerated compared to postoperative celecoxib analgesia in knee osteoarthritis patients undergoing total knee arthroplasty. Medicine. 2018;97:51.