Detail Article
Apakah Kontrol Tekanan Darah (TD) Agresif Mencegah Rekurensi AF?
Jane Cherub
Jul 11
Share this article
img-Jantung1.jpg
Updated 09/Agt/2022 .

Atrial fibrillation (AF) merupakan bentuk aritmia yang paling sering dijumpai dan berkaitan dengan morbiditas, mortalitas, dan biaya yang bermakna. Ablasi kateter radiofrekuensi untuk AF telah menjadi terapi penting untuk AF, namun angka rekurensi AF tetap tinggi. Rekurensi AF setelah suatu ablasi dapat disebabkan keterbatasan teknik ablasi, seperti pemulihan dari konduksi pada regio antrum vena pulmonaris, atau dapat juga dikarenakan keberadaan substrat aritmogenik atrial yang tidak dapat dimodifikasi oleh ablasi saja.

Atrial fibrillation (AF) merupakan bentuk aritmia yang paling sering dijumpai dan berkaitan dengan morbiditas, mortalitas, dan biaya yang bermakna. Ablasi kateter radiofrekuensi untuk AF telah menjadi terapi penting untuk AF, namun angka rekurensi AF tetap tinggi. Rekurensi AF setelah suatu ablasi dapat disebabkan keterbatasan teknik ablasi, seperti pemulihan dari konduksi pada regio antrum vena pulmonaris, atau dapat juga dikarenakan keberadaan substrat aritmogenik atrial yang tidak dapat dimodifikasi oleh ablasi saja.


Hipertensi merupakan faktor risiko global yang berkaitan dengan perkembangann AF dan diduga berkontribusi pada substrat aritmogenik. Parkash R et al melakukan uji klinis acak yang diberi nama SMAC-AF pada pasien AF dengan beban gejala berat untuk menentukan apakah strategi penurunan tekanan darah (TD) agresif ke target 120/80 mmHg akan menurunkan kejadian AF setelah ablasi kateter. Sebanyak 184 pasien dengan AF dan TD diatas 130/80 mmHg secara acak dimasukkan ke kelompok TD agresif (target <120/80 mmHg) atau terapi BP standar (target <140/90 mmHg) sebelum tindakan ablasi kateter AF yang dijadwalkan.


Luaran primer studi ini yaitu rekurensi AF/ atrial tachycardia / atrial flutter (AF/AT/AFI) simtomatik yang berlangsung >30 detik, ditentukan 3 bulan melampaui ablasi kateter dengan evaluasi blinded endpoint. Median follow-up selama 14 bulan. Pada bulan keenam, rerata TD sistolik pada kelompok terapi TD agresif sebesar 123,2±13,2 mHg versus 135,4±15,7 mmHg (p<0,001) pada kelompok terapi standar.


Luaran primer didapatkan pada 106 pasien, 54 (61,4%) pada kelompok terapi TD agresif banding 52 (61,2%) pada kelompok terapi standar (Hazard Ratio 0,94, 95% Confidence Interval 0,65-1,38, p=0,763). Pada analisis sub-kelompok prespecified dengan pengaruh usia, pasien berusia ≥67 tahun memiliki angka luaran primer lebih rendah dengan TD agresif (Hazard Ratio 0,58, 95% Confidence Interval (0,34; 0.97), p=0,013). Terdapat angka kejadian hipotensi yang membutuhkan penyesuaian obat pada kelompok TD agresif (26% banding 0%).


Dari studi SMAC-AF ditemukan tidak ada manfaat tambahan dari penurunan TD agresif dengan median durasi 3,5 bulan dibandingkan terapi TD standar pada pasien yang menjalani ablasi kateter untuk AF guna mencegah rekurensi AF. Disimpulkan bahwa pada durasi ini, terapi TD agresif tidak menurunkan rekurensi aritmia setelah ablasi kateter untuk AF namun menghasilkan lebih banyak kejadian hipotensi.

 

 

Image: Ilustrasi

Referensi: Parkash R, Wells GA, Sapp JL, Healey JS, Tardif JC, Greiss I et al. The Effect of Aggressive Blood Pressure Control on the Recurrence of Atrial Fibrillation After Catheter Ablation : A Randomized, Open Label, Clinical Trial (Substrate Modification with Aggressive Blood Pressure Control: SMAC- AF). Circulation 2017;135:724-35.

Share this article
Related Articles